Wednesday, April 10, 2013

Dinamika Pancasila dan Perkembangannya


Dinamika Pancasila dan Perkembangannya

Masyarakat dalam transisi dewasa ini terasakan mulai kehilangan karakter bangsa atau jati diri bangsa atau yang biasa disebut identitas bangsa sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa kita.
Pikirlah tentang betapa hebatnya para pendiri Republik Indonesia, mereka telah memformulasikan Pancasila sebagai landasan yang kokoh bagi suatu bangsa besar yang multietnik, multiagama, majemuk baik dari segi horisontal dan
vertikal, ribuan pulau, dan kaya sumber daya. Pancasila merupakan kesadaran bersama pada saat dimana bangsa ini membutuhkan sebuah landasan untuk membentuk bangsa yang besar. Kesadaran tersebut muncul dari kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar melalui konsensus dasar yang menjadi syarat utama terwujudnya bangsa yang berkarakter, berkeadilan, demokratis dan bermartabat.
Para pendiri bangsa memformulasikan pemikiran yang menjiwai pancasila dengan sangat cermat dan solutif, mengambil jalan tengah antara dua pilihan ekstrem, negara sekuler dan negara agama. Mereka menyusunnya dengan rumusan kreatif yaitu berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa. Pancasila adalah milik bersama yang secara subtantif memberi ruang bagi tumbuhnya ajaran agama dan kepercayaan.
Para pendiri Negara Republik Indonesia dengan sangat cermat mampu membuat konsensus yang tepat tentang dasar negara sesuai dengan karakter bangsa yang orisinal, nilai-nilai yang digali dari akar budaya bangsa, menjadi sebuah negara berkarakter religius, bukan sebagai negara sekuler dan juga negara agama. Langkah besar yang dilakukan oleh para pendiri Republik Indonesia merupakan pelajaran berharga yang harus menjadi kebanggaan bersama, karena ditengah kebimbangan banyak negara pada saat itu antara mendirikan negara sekuler dan negara agama, diperoleh solusi negara nasionalis religius. Rumusan konsepsinya berorientasi sesuai dengan kondisi karakter bangsa dan kebutuhan masa depan generasi penerus bangsa.
Tidak heran banyak intelektual dan negarawan bangsa lain memuji prestasi monumental pendiri Republik Indonesia. Mencari rumusan konsensus dasar bagi bangsa majemuk dan multikultur memang tidaklah mudah, Pancasila dan UUD 1945 nampaknya memberi inspirasi bagi banyak negara lain untuk mencari rumusan solutif bagi dasar konstitusi suatu negara.
Kemampuan Bangsa Indonesia dalam membuat landasan kokoh sebagai dasar negara dalam merajut kebhinekaan seharusnya dilihat sebagai potensi Indonesia yang dapat menjadi salah satu negara adidaya. Pancasila sebagai falsafah spiritual yang menjiwai faktor material seperti besarnya jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan alam dan budaya yang berlimpah, dan letak geografis Indonesia.
Namun, pada era reformasi, Pancasila dipersoalkan oleh sejumlah anak bangsa. Saat terjadi krisis yang menyebabkan keterpurukan Negara Indonesia hampir di segala bidang kehidupan, Era Orde Baru beserta ideologi Pancasila dianggap salah satu penyebab terjadinya krisis tersebut. Ideologi pancasila dianggap oleh beberapa kalangan tidak lagi relevan untuk mengatasi berbagai krisis yang terjadi pada bangsa ini. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana spirit pancasila pada pascareformasi sekarang ini ?
Selama periode pasca reformasi, mari coba kita renungkan, secara tidak disadari spirit dari Pancasila yang menjiwai bangsa ini tetap hidup, berbagai macam konflik dan musibah luar biasa besar mampu diatasi oleh bangsa ini. Saat terjadi musibah tsunami dan gempa bumi diberbagai tempat di Indonesia, spirit yang menjiwai pancasila yaitu sila “Persatuan Indonesia” dan sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” muncul secara bersamaan dari berbagai tempat. Bantuan kemanusiaan mengalir dari rakyat seluruh penjuru tanah air tanpa ada yang memberi komando.
Spirit itu juga yang muncul dan mendorong terciptanya perdamaian di berbagai daerah konflik. Umumnya, konflik-konflik tersebut, tidak terkecuali konflik di Sampit, Aceh, Ambon, Poso dan Papua, merupakan bagian dari konflik politik yang tidak terlepas dari hasutan dan campur tangan halus pihak luar. Bukankah kebersamaan dan penghormatan terhadap kebhinekaan yang mendorong mereka menciptakan perdamaian walaupun terkadang hal ini dirusak oleh tindakan represif aparat yang hanya dapat meredan atau menghentikan konflik bukan menyelesaikan konflik. Inilah spirit Pancasila yang muncul dalam mengatasi berbagai macam konflik di Indonesia.
Oleh karena itu, Pancasila harus didiskusikan oleh segenap komponen bangsa agar menjadi spirit yang menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Semakin besar komponen bangsa memahami Pancasila secara subtantif, semakin besar juga semangat yang terbentuk untuk mencapai cita-cita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, pancasila harus juga dipahami sebagai visi bangsa dan cita-cita bersama yang keberadaannya merupakan asas bersama dalam penyelenggaraan negara.
Hasil survei yang dilakukan harian kompas pada 1 Juni 2008 memperlihatkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai pancasila merosot tajam; 48,4 persen responden yang berusia 17-29 tahun tidak dapat menyebutkan sila-sila pancasila secara benar dan lengkap; 42,7 persen responden berusia 30-45 tahun salah menyebut sila-sila Pancasila, kemudian responden yang berusia 46 tahun ke atas, sebanyak 60,6 persen sama sekali tidak dapat menyebutkan kelima sila pancasila (Lihat Kompas, 1 Juni 2008).
Oleh karena itu, penyegaran pemahaman Pancasila saat ini sangat relevan. Agenda ini bukanlah sekedar bagaimana rakyat Indonesia dapat menghafal Pancasila secara baik dan benar. Namun yang jauh lebih penting adalah upaya sungguh-sungguh agar Pancasila dapat menjadi pedoman yang operasional yang dapat memecahkan berbagai permasalahan kebangsaan dan kenegaraan. Hal ini bukanlah tugas yang mudah. Persoalannya adalah :
Pancasila sudah terlalu lama diseret dalam berbagai kepentingan politik yang menjadikan citra Pancasila    dianggap sebagai doktrin rezim tertentu.
Norma-norma yang terkandung dalam Pancasila terkadang tidak mudah diterjemahkan menjadi kebijakan nyata.
Dalam mengkonteksualisasikan Pancasila, tidak mudah menepis pengaruh-pengaruh global, ada kepentingan-kepentingan yang juga ikut mengatur, menata, bagaimana Indonesia dikonstruksikan kembali. Terkadang kita ridak mudah mendeteksi pengaruh yang positif dan negatif dari kepentingan-kepentingan tadi. Adakalanya, mengalir pula hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai jatidiri dan konsensus dasar kebangsaan Indonesia.
Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara dan konstitusi harus dipahami secara subtantif, dengan proses yang didialogkan secara terus menerus kepada segenap komponen bangsa. Pancasila juga harus dilihat dalam konteks asas bersama dan cita-cita bersama yang operasional dalam menjawab berbagai permasalahan bangsa. Sehingga Pancasila tidak  dilihat sebagai ideologi tunggal yang hegemonik dan monopolistik, tetapi merupakan sebuah ideologi yang memberi ruang bagi gagasan-gagasan lain sepanjang tidak bertentangan dengan gagasan pokok dari Pancasila.

Referensi :

Achmad Fedyani Saifuddin dan Mulyawan Karim (Penyunting), Refleksi Karakter Bangsa. Forum Kajian Antropologi Indonesia, ILUNI UI, Kementerian Pemuda dan Olahraga. Jakarta 2008

As’ad Said Ali. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa.  Pustaka LP3ES Indonesia 2009

Survei Kompas 28-29 Mei 2008 di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, Pontianak, Makassar, Manado, dan Jayapura.


No comments:

Post a Comment